Persamaan Hak Politik Kaum Disabilitas
|
Demak-Bawaslu Kabupaten Demak terus menyuarakan kebebasan dan persamaan hak politik warga dan urgensinya. Kali ini Rabu, (16/03/2022) Bawaslu menggandeng kaum disabilitas untuk dikenalkan pemilu yang sejatinya tidak membedakan status maupun kondisi fisik bagi warga yang sudah memiliki hak pilih. Bahkan undang-undang telah menjamin aksesbilitas sarana dan prasana untuk mereka yang berbutuhan khusus dalam setiap penyelenggaraan pemilihan, baik pemilu, pilkada maupun pilkades. “hak politik kita sama” tegas Khoirul Saleh, Ketua Bawaslu Demak di tengah sambutannya.
Kegiatan itu dikemas dalam sebuah Forum Sosialisasi Pengawasan Partisipatif yang digelar di Renz Café Demak dengan bertemakan “Menghadirkan Pemilu Inklusif untuk Semua”. Peserta yang diundang adalah perwakilan kaum disable yang tersebar di 14 kecamatan wilayah kabupaten Demak. Harapannya sekembali dari kegiatan tersebut mereka dapat menyebarkan pengalaman yang diperoleh kepada sesama warga yang berkebutuhan khusus. “kalau yang menyampaikan sesama disable akan lebih mudah diterima”. Jelas Nara Sumber yang dihadirkan Bawaslu dari Dinsos P2PA Kabupaten Demak, Titik Budiyanti di awal materinya. Ia memberikan semangat kepada peserta, kalau di antara ribuan kaum difable di Kabupaten Demak merekalah yang berkesempatan mendapat pengalaman kepemiluan dari Bawaslu.
Ptl. Kepala Bidang Rehabsos Dinsos P2PA Kabupaten Demak tersebut juga memberikan appresiasi kepada Bawaslu Demak yang telah memberikan perhatian terhadap kaum disibiltas. Lebih lanjut ia berharap kaum disable juga bisa dilibatkan dalam pengawasan. Sementara itu Ahmad Syafi’I, Koordinator Komunitas Disabilitas Kabupaten Demak yang juga dihadirkan sebagai nara sumber, menjelaskan penyandang disabilitas yang memenuhi syarat memang bisa menjadi penyelenggara pemilu maupun peserta pemilu. “landasan hukumnya pasal 5 undang-undang no 7 tahun 2017” tandasnya. Selanjutnya ia memaparkan peran besar pengawasan partisipatif khususnya bagi kelompok sasaran seperti mereka dalam setiap tahapan pemilu. Menurutnya Pengawas partisipatif bukan kegiatan yang dipaksa, tetapi dibentuk dengan kesadaran rakyat untuk mengawal demokrasi yang luber dan jurdil.
Kegiatan sosialisasi tersebut bergulir sangat interaktif. Bahkan forum tersebut sekaligus dimanfaatkan sebagai media ngudo roso. Beberapa peserta ternyata ada yang berpengalaman sebagai penyelenggara. Ia tahu persis kebutuhan komunitasnya yang tersendat ketika hendak menyalurkan suaranya, seperti kebutuhan kursi roda. Tentu saja jawaban ngudo roso ini bisa memuaskan karena memang kebutuhan itu tidak pernah dianggarkan. Oleh karena itu akhirnya menjadi suatu pemikiran baru bagi dinsos Demak untuk mendorong setiap desa agar memiliki kursi roda yang dijadikan sebagai fasilitas publik. (em.ade, 22).